Konstitusi sendiri terbagi menjadi dua, yaitu konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis. Konstitusi tertulis adalah aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara dan tata negara yang mengatur perikehidupan satu bangsa di dalam persekutuan hukum negara. Konstitusi tidak tertulis disebut juga konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul dalam sebuah negara (Budi Juliardi, 2015:66-67). Dalam bahasa Latin Konstitusi disebut "constitutio" yang berarti undang-undang dasar atau hukum dasar. Contoh konstitusi tertulis atau konvensi dalam ketatanegaraaan Indonesia antara lain pengambilan keputusan di MPR berdasarkan musyawarah untuk mufakat, pidato Presiden setiap tanggal 16 Agustus 1945 di depan sidang paripurna DPR, dan sebelum MPR bersidang, Presiden telah menyiapkan rancangan bahan-bahan untuk sidang umum MPR yang akan datang itu.
Menurut .C.S Wade Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Di dalam negara yang menganut paham demokrasi, Undang-Undang Dasar mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintahan agar penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian, diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindung. Gagasan ini disebut dengan Konstituasionalisme (Miriam Budiardjo, 2002:96).
Negara Indonesia sendiri menganut paham konstitusionalisme sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Menurut Jimly Asshiddiqie (2008:5) konstitusi bukan undang-undang biasa. Konstitusi tidak ditetapkan oleh lembaga legislatif biasa, tetapi oleh badan khusus dan lebih tinggi kedudukannya. Dalam hierarki hukum, konstitusi merupakan hukum yang paling tinggi dan fundamental sifatnya sehingga peraturan-peraturan dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Merujuk buku Konstitusi dan Konstitusionalismekarangan Jimly Asshiddiqie, disebutkan bahwa naskah UUD 1945 pertama kali dipersiapkan oleh BPUPKI. Hal itu dilakukan pada masa sidang kedua tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945, saat itu dibahas hal-hal teknis tentang bentuk negara dan pemerintahan baru yang akan dibentuk. Dalam masa persidangan kedua tersebut, dibentuk Panitia Hukum Dasar dengan anggota 19 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Kemudian, Panitia ini membentuk Panitia Kecil lagi yang diketuai oleh Soepomo dengan anggota terdiri atas Wongsonegoro, R. Soekardjo, A.A. Maramis, Panji Singgih, H. Agus Salim dan Sukiman.
Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati antara lain ketentuan tentang Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Soepomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.
Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda ”Pembicaraan tentang pernyataan kemerdekaan”. Panitia Perancangan Undang-undang Dasar melaporkan hasilnya. Pasal-pasal dari rancangan UUD berjumlah 42 pasal. Dari 42 pasal tersebut, ada 5 pasal masuk tentang aturan peralihan dengan keadaan perang, serta 1 pasal mengenai aturan tambahan.
Pada sidang tanggal 15 Juli 1945 dilanjutkan dengan acara ”Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar”. Saat itu Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, yaitu Soekarno memberikan penjelasan tentang naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang- Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap naskah Undang-Undang Dasar.
Penjelasan Soepomo, antara lain menjelaskan betapa pentingnya memahami proses penyusunan Undang-Undang Dasar (Sekretariat Negara Indonesia, 1995 :264).
"Paduka Tuan Ketua! Undang-Undang Dasar negara mana pun tidak dapat dimengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin. Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya. Undang-undang yang kita pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar Undang-undang itu. Oleh karena itu, segala pembicaraan dalam sidang ini yang mengenai rancangan- rancangan Undang-Undang Dasar ini sangat penting oleh karena segala pembicaraan di sini menjadi material, menjadi bahan yang historis, bahan interpretasi untuk menerangkan apa maksudnya Undang-Undang Dasar ini."
Naskah Undang-Undang Dasar akhirnya diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945. Selain itu juga, diterima usul-usul dari panitia keuangan dan Panitia Pembelaan Tanah Air. Dengan demikian, selesailah tugas panitia BPUPKI.
Pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menggantikan BPUPKI melaksanakan sidang, yakni pada tanggal 18 Agustus 1945. Ir. Soekarno, sebagai Ketua PPKI, dalam sambutan pembukaan sidang dengan penuh harapan mengatakan sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995 :413).
"Saya minta lagi kepada Tuan-tuan sekalian, supaya misalnya mengenai hal Undang-Undang Dasar, sedapat mungkin kita mengikuti garis-garis besar yang telah dirancangkan oleh Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai dalam sidangnya yang kedua. Perobahan yang penting-penting saja kita adakan dalam sidang kita sekarang ini. Urusan yang kecil-kecil hendaknya kita ke sampingkan, agar supaya kita sedapat mungkin pada hari ini pula telah selesai dengan pekerjaan menyusun Undang-Undang Dasar dan memilih Presiden dan Wakil Presiden."
Pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar menghasilkan naskah Pembukaan dan Batang Tubuh. Undang-Undang Dasar ini, dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui Berita Republik Indonesia tanggal 15 Februari 1946, Penjelasan Undang-Undang Dasar menjadi bagian dari Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam persidangan PPKI tanggal 18 Agustus 1945, di hasilkan keputusan sebagai berikut.
- Mengesahkan UUD 1945.
- Menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
- Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.
Sidang PPKI telah melakukan beberapa perubahan rumusan pembukaan UUD naskah Piagam Jakarta dan rancangan batang tubuh UUD hasil sidang kedua BPUPKI. Empat perubahan yang disepakati tersebut antara lain sebagai berikut.
- Kata Mukaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
- Sila pertama, yaitu Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti dengan rumusan ”Ketuhanan Yang Maha Esa."
- Perubahan pasal 6 UUD yang berbunyi "Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam" menjadi "Presiden ialah orang Indonesia asli."
- Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa."
Arti Penting UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bagi Bangsa dan Negara Indonesia
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berisi aturan dasar kehidupan bernegara di Indonesia. Kedudukannya sebagai hukum yang paling tinggi dan fundamental sifatnya, karena merupakan sumber legitimasi atau landasan bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan di bawahnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tidak boleh bertentangan dan harus berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai warga negara Indonesia, kita patuh pada ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepatuhan warga negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan mengarahkan kita pada kehidupan yang tertib dan teratur.
Sebaliknya apabila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dipatuhi, maka kehidupan bernegara kita mengarah pada ketidakharmonisan. Akibatnya bisa terjadi perang saudara. Siapa yang dirugikan? Semua warga negara Indonesia. Karena hal itu dapat berakibat tidak terwujudnya kesejahteraan. Bahkan mungkin bubarnya Negara Republik Indonesia. Marilah kita berkomitmen untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.